Di tengah realita sosial hari ini, banyak orang—terutama generasi muda—menunda pernikahan dengan argumen belum mapan. Mereka merasa belum layak membina rumah tangga lantaran belum punya penghasilan tetap, pekerjaan stabil, alias aset materi. Namun, benarkah Islam mensyaratkan kemapanan finansial sebelum menikah? Atau justru pernikahan itu sendiri bisa menjadi pintu datangnya rezeki? Inilah nan bakal kita telaah dalam tulisan ini berasas tafsir dan hadits-hadits nan sahih dari para ustadz terkemuka dan dawuh masyaikh.
Perintah Allah dan Janji-Nya dalam Al-Qur’an
Landasan utama dari pendapat “nikah dulu baru mapan” terdapat dalam firman Allah dalam Surah An-Nur ayat 32:
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Nikahkanlah orang-orang nan tetap membujang di antara kalian, dan orang-orang nan layak (untuk menikah) dari hamba sahaya laki-laki dan wanita kalian. Jika mereka miskin, Allah bakal memberi keahlian kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Ad-Durr al-Mantsur menukil beragam atsar yang menjelaskan ayat ini. Di antaranya, tafsir dari Ibnu Abbas nan berbicara bahwa Allah memerintahkan untuk menikah dan mendorong umat-Nya agar tidak menunda-nunda. Bahkan Allah menjanjikan kekayaan sebagai jawaban atas ketaatan tersebut.
Kalimat إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ adalah janji, bukan sekadar harapan. [Baca Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir bi al-Ma’tsur, (Beirut: Dar al-Fikr), jil. 6, hlm. 188.]
Pandangan Para Sahabat dan Tabi’in: Menikah Adalah Jalan Menuju Rezeki
Umar bin Khattab, seorang khalifah nan dikenal sangat logis dan berwawasan ekonomi, pernah berbicara sebagaimana riwayat dalam Ad-Durr al-Mantsur:
“Saya heran pada orang nan tidak mencari kekayaan melalui pernikahan, padahal Allah telah berfirman: إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ.
Demikian juga Abdullah bin Mas’ud berkata:
اِلْتَمِسُوْا الْغِنَى فِي النِّكَاح
“Carilah kekayaan dalam pernikahan.”
Bahkan dari hadits Nabi ﷺ nan Abu Hurairah riwayatkan, dalam Sunan Ibnu Majah:
“Tiga golongan nan berkuasa mendapat pertolongan Allah: orang nan berjihad di jalan Allah, budak mukatab nan mau membebaskan dirinya, dan orang nan menikah demi menjaga kehormatannya.”
Hadits ini menegaskan bahwa menikah untuk tujuan kesucian dan kehormatan adalah tindakan nan didukung penuh oleh Allah—termasuk dalam aspek rezeki. [Baca Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir bi al-Ma’tsur, (Beirut: Dar al-Fikr), jil. 6, hlm. 188.]
Tafsir Kontemporer: Menikah Meski Belum Mapan
Dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an karya Imam Al-Qurthubi, dijelaskan bahwa janji kekayaan dalam ayat di atas tidak berfaedah seseorang otomatis jadi kaya setelah menikah. Bisa saja kekayaan itu datang sesaat, alias dalam corak keberkahan nan tak terlihat secara kasat mata. Namun janji Allah tetap berlaku, dan tidak kudu berbentuk materi berlimpah dan menjadi kaya raya. [Baca: Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, al-Jami‘ li Ahkam al-Qur’an, (Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyyah) jil. (12), hlm. (241)]
Sementara dalam tafsir kontemporer Al-Tafsir al-Munir karya Dr. Wahbah az-Zuhaili, beliau menjelaskan:
“Ayat ini menunjukkan rekomendasi agar wali tidak menolak calon suami hanya lantaran dia miskin, selama dia saleh. Demikian juga, seorang pemuda nan miskin dianjurkan tetap menikah, karena Allah telah menjanjikan kekayaan dari karunia-Nya.”
Dengan kata lain, ketakutan terhadap kekurangan kekayaan tidak boleh menjadi argumen utama untuk menunda pernikahan. Sebab, Allah sendiri telah menggaransi bahwa kemiskinan bukanlah penghalang, justru menikahlah untuk membuka pintu rezeki. [Baca: Wahbah az-Zuhaili, at-Tafsīr al-Munīr fī al-‘Aqīdah wa asy-Syarī‘ah wa al-Manhaj, cet. 1, 1411 H/1991 M, (Damaskus: Dār al-Fikr; Beirut: Dār al-Fikr al-Mu‘āṣir), jil. [18], hlm. [233].
Baca juga: Makna Luas Rezeki dalam Islam.
Dawuh KH Abdullah Kafa Bihi Mahrus Perihal Ini
Dalam kesempatan pidato KH Abdullah Kafa Bihi Mahrus pernah sesekali menjelaskan kenekatan santri nan menikah sebelum bekerja:
“…. dan nan lebih nekat lagi biasanya santri jika nikah belum kerja dahulu. Berbeda dengan orang luar pesantren nan baru berani menikah jika sudah kerja, jika santri tidak (begitu). Nikah dulu baru kerja itu santri. Dan dilalah (bersamaan dengan itu) rejekinya barokah, ekonominya barokah, keturunannya barokah. Santri berpegang dengan ayat:
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Rejeki tidak ada hubungannya dengan nasab, ijazah, namun rejeki hubungannya dengan Allah. Jadi orang mondok itu insyaallah rejekinya barokah, kehidupannya barokah.“
[Lihat dawuh beliau di cuplikan ini: https://www.tiktok.com/@pondoklirboyo_/video/7380668715257335045 ]
Rasionalisasi: Menikah Itu Investasi Sosial dan Spiritual
Secara rasional, menikah menciptakan tanggung jawab. Tanggung jawab mendorong seseorang untuk lebih disiplin, lebih giat mencari nafkah, dan lebih termotivasi meraih kemajuan. Dalam banyak kasus nyata, setelah menikah seseorang justru menjadi lebih produktif.
Pernikahan juga membuka jaringan sosial baru—keluarga mertua, lingkungan baru—yang bisa membuka kesempatan rezeki. Belum lagi angan dari pasangan dan keluarganya, serta ketenangan jiwa nan menjadi modal utama bekerja dan berusaha.
Baca juga: Tata Cara Mengucapkan Shighat Nikah.
Penutup: Ubah Mindset, Ikuti Syariat
“Menikah dulu baru mapan” bukan sembarang slogan. Ia punya akar kuat dalam Al-Qur’an, hadits, dan pandangan para ustadz klasik maupun kontemporer. Islam tidak memerintahkan seseorang menjadi kaya dulu baru menikah, tapi justru menikah sebagai salah satu karena datangnya kekayaan.
Jadi, bagi siapa pun nan menunda pernikahan hanya lantaran argumen ekonomi, pertimbangkan kembali. Mungkin justru dengan menikah, Allah membuka pintu rezeki nan selama ini tertutup. Rezeki itu bukan hanya penghasilan besar, tapi juga ketenangan jiwa, keberkahan hidup, dan pertolongan dari arah nan tak disangka.
“Nikah itu bukan akhir dari perjalanan, tapi permulaan dari keberanian untuk membangun kehidupan—bersama.”
Kunjungi juga akun media sosial Pondok Lirboyo
- TikTok
- YouTube
- X
English (US) ·
Indonesian (ID) ·