Hikmah: Tetaplah Terus Melakukan Kebaikan

Sedang Trending 1 tahun yang lalu

“Dia mendatangkan padamu warid agar engkau selamat dari pegangan aghyar dan dibebaskannya engkau dari kekangan atsar.”

أَورَدَ عَلَيْكَ الوَارِدَ لِيَتَسَلَّمَكَ مِن يَدِ الأَغْياَرِ وَلِيُحَرِّرَكَ مِنْ رِقَّ الآثارِ

Aghyar adalah apa saja nan selain Allah, nan pada hakikatnya adalah ciptaan-Nya jua. Sedangkan atsar adalah bumi dan seluruh isinya ini, nan secara asasi merupakan ciptaan-Nya, nan membekas sedemikian rupa di dalam hati seseorang hingga melupakannya dari nan memberi atsar, ialah Allah Swt.

Kata pengarang Futuhul ‘Arifin, aghyar dan atsar adalah bumi seisinya dan hawa nafsu seseorang terhadapnya, nan mengikat dan menawan seorang hamba hingga dia tidak dapat masuk alias melangkah lebih jauh (lebih dekat) kehadirat Tuhan. Ketika seorang hamba nan salik bisa melepaskan diri dari aghyar dan atsar, dengan karunia alias warid nan didatangkan-Nya ke dalam hati hamba, maka dia dapat berhadapan dengan Tuhannya.

Wirid dan warid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, adalah dua perihal nan saling berkesinambungan. Dengan wirid seorang salik mendapatkan warid, dan dengan warid dia dapat “menjalankan” wirid secara baik dan sempurna. Kesinambungan warid nan datang pada seorang salik membuatnya makin dekat dengan kewenangan Kesempurnaan-Nya. Warid sebagaimana asal katanya sesuatu nan datang alias didatangkan, dia adalah hasil dari sampai kepada pengertian nan hakiki. Ia datang dari al-Haqq, Sang Realitas tertinggi.

Dunia dan seisinya, serta nafsu nan condong kepadanya, menahan seseorang dalam genggamannya. Kata Syekh as-Syarqawi, “mereka merampas dirimu lantaran cintamu kepadanya, sehingga engkau berjuntai kepada mereka”. Orang nan berjuntai kepada sesuatu menjadi tak merdeka lagi.

Lalu dengan warid, Allah menyelamatkan orang nan berjuntai ini dan memerdekakannya dari bumi nan memperbudak dan menawannya. Demikian, sungguh kasih sayang-Nya selalu ditujukan kepada hamba nan hanya menjadikan Dia saja Tuannya. Hanya Dia-lah, Allah ‘azza wa’ala–yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi, nan sepatutnya disembah dan diagungkan dari segala sesuatu. Dengan-Nya lah kemerdekaan nan asasi didapatkan, kata Syekh Zarruq, nan menjamin kenyamanan alias kebahagiaan nan abadi.

Sebagaimana ciptaan-Nya nan lain, manusia terikat kepada-Nya secara mutlak, dan dia berdiri setara dengan segala buatan lainnya serta tak layak menjadi budak mereka. Lebih-lebih nafsunya, nan sebenarnya bagian dari dirinya dan mesti dikendalikannya agar dia menjadi hamba nan merdeka. Pada _nafs_ inilah membekas segala isi dunia, mengikatnya sedemikian rupa hingga dia lupa pada kesejatiannya sebagai hamba di hadapan Tuhan nan sejati.

Keterikatan kepada bumi dan seluruh isinya berbeda dengan keterikatan kepada Tuhan nan menciptakan semuanya, nan membebaskan ciptaan-Nya. Tidak seperti halnya takut kepada makhluk nan membuatnya mengelak dari makhluk nan ditakutinya, takut alias taqwa kepada Tuhan pada hakikatnya malah membuatnya dekat kepada-Nya. Hakikat pembuatan dengan demikian adalah bentuk pengagungan (tajalli)-Nya. Sampai di sini, orang nan tak pernah “berhubungan” dengan-Nya mungkin tak juga (mau) mengerti, lantaran dia belum merasakan lezat karunia-Nya nan abadi.

Namun, bisa saja, dengan jenuhnya pada kesenangan bumi nan menipu dia bakal tergerak untuk merasakan kenikmatan alias kesenangan alias kebahagiaan nan abadi. Dan salah satunya, corak karunia itu, adalah merampasmu dari tawanan kesenangan nan sementara ini. Mungkin engkau pernah melakukan baik dengan tulus atas nama-Nya, mungkin engkau pernah melakukan disipilin kebaikan tertentu nan sungguh-sungguh, mungkin pula ada orang nan mendoakanmu lantaran sayangnya kepadamu. Maka, baik sangka dengan kebaikan nan tulus adalah jalan Rahmat-Nya.

Tetaplah terus melakukan kebaikan, meskipun kau tidak alias belum merasakan faedahnya bagi dirimu. Kau tak pernah tahu kebaikanmu nan mana kelak bakal menyelamatkanmu. Mungkin kebaikan nan tulus itu, nan tak pernah kau sadari, tak menyelamatkanmu dari perkara-perkara mini bumi ini, tapi bisa jadi adalah nan bakal menyelamatkan dari perkara besar nan tak dapat diatasi orang-orang selainmu.

Wirid dan warid adalah sunnatullah, alias dalam perkataan lain shun’allah (perbuatan Allah) untuk memperkokoh segala sesuatu ciptaan-Nya. Maka jadi sempurnalah segala sesuatu sesuai dengan kadarnya–yang ditentukan-Nya. Sungguh Allah lebih mengetahui apa-apa nan kita lakukan. Kita memahami kehendak-Nya secara bertahap, berangsur-angsur, melalui kebaikan saleh setelah beragama dengan penuh kepada-Nya. Wallahu a’lam, wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq.

Katalog Buku Alif.ID

Selengkapnya
Sumber Tasawuf
Tasawuf